Cinta Melampaui Masa

Aku mengenalnya ketika aku berusia tujuh belas tahun dan ia berusia dua puluh satu tahun. Ia bernama Nugie dan ia adalah sepupu dari teman-temanku. Mengapa aku bilang teman-temanku, karena mereka bersaudara. Teman-teman itu adalah Bang Ray, Kak Mel, Eno, Mika, dan Sasa. Saat itu mereka mengajakku ikut pertandingan bola voli di gereja, aku mengiyakan. Didalam mobil aku melihat sosok Nugie. Pandangan pertamaku saat itu, ia begitu imut dan mungil. Aku belum merasakan adanya getaran-getaran dalam diriku.

Setelah pertandingan bola voli itu dan hari-hari berikutnya, aku dengannya semakin terlibat secara emosi. Setiap malam kita menghabiskan waktu dengan makan diluar, jalan-jalan, bahkan bertelepon hingga ayam jantan berkokok. Pada suatu malam, ia mengungkapkan perasaannya padaku, tetapi entah mengapa aku tidak bisa menjawabnya, meskipun dalam hatiku aku begitu menyukainya.

Hingga suatu malam, Nugie mengatakan bahwa besok pagi dirinya akan pulang kerumahnya yang berada di Jember, karena ia sudah terlalu lama berada di Surabaya. Ia harus pulang, karena sang ibu seorang diri dirumah. Sebagai informasi, saat itu Nugie hanya tinggal berdua dengan ibunya, ayahnya telah meninggalkan Nugie ketika ia duduk di bangku SMP. Aku yang mendengar pernyataannya seketika aku harus bertindak.. Ya! Aku meminta alamat rumah Jember untuk bisa tetap berhubungan meski lewat surat.

Sepulangnya dari Surabaya, aku mengirimkan surat pertama untuknya, yang berisi: “Tolong katakan yang dulu pernah kamu katakan ke aku dan aku akan menjawabnya”. Malamnya Nugie langsung meneleponku dan ia menyatakan cintanya padaku dan aku menerimanya. Aku tidak bisa mengungkapan bagaimana rasanya, yang pasti aku senang sekali, begitu juga dengannya. Aku lupa saat itu terjadi kapan, karena surat yang aku kirim masih tersimpan rapi di lemari Nugie. Sekitar akhir tahun 2001.

Hari-hari berikutnya kita berdua saling mengirim
surat. Setiap pulang sekolah aku selalu menanti sepucuk surat darinya. Rasanya senang bercampur bahagia dan deg-degan jika aku melihat suratnya tergolek di tempat tidurku. Aku selalu tak sabar ingin membuka dan membaca setiap kata darinya. Nugie adalah sosok yang sangat romantis. Setiap ia mengirim surat selalu ada puisi buatannya dan aku suka dengan puisi-puisinya.


Natal 2001 ia datang menemuiku… Hanya sebentar… Hanya mengucapkan selamat natal, sudah. Ia menciumku ketika hendak pulang. Itulah pertemuan pertama antara aku dengannya saat kita menjadi pasangan. Hubungan kami berlangsung dalam hitungan bulan, aku lupa apa alasanku memutuskannya…


Memasuki dunia perkuliahan, aku sempat kembali padanya, lagi-lagi dalam hitungan bulan aku memutuskannya. Kenapa aku selalu tidak pernah bisa mengingat apa alasanku mengakhiri. Tetapi satu yang pasti, ia selalu ada dalam hatiku. Setiap aku menjalin hubungan dengan lelaki manapun, Nugie masih menjadi nomer satu dalam hatiku. Aku masih berhubungan dengannya melalui SMS dan telepon, itupun namanya berubah menjadi nama perempuan, karena aku berhubungan dengan lelaki posesif yang melarangku bergaul dengan mantan pacar.. Sekali dua kali aku masih menemuinya secara diam-diam, karena saat itu aku menjalin hubungan dengan lelaki posesif. Perlahan-lahan rasa sukaku mulai berubah menjadi rasa sayang yang teramat dalam. Begitu juga dengannya. Nugie dimataku adalah lelaki yang sangat bisa menghargai, menghormati, dan menerima aku apa adanya. Itulah yang membuatku merasa nyaman disampingnya.


Pada tahun 2005, aku menerima pesan singkat di ponselku, ia mengabarkan bahwa ibunya pergi untuk selama-lamanya, beberapa hari kemudian aku meluncur ke Jember. Aku bilang pada pasanganku saat itu, aku ada tugas dari UKM Mapala untuk mengantarkan
surat undangan, padahal aku kerumah Nugie. Aku sempat mengenal ibunya, meski hanya sesekali bertemu. Aku menginap dirumahnya selama empat hari. Aku datang ke pemakaman almarhum ibunya. Nugie sangat terpukul dan kehilangan ibu, karena hari-harinya ia lalui bersamanya. Ibunya meninggal karena komplikasi: kanker payudara, diabetes, dll. Selama empat hari aku menemaninya, aku menguatkan dirinya. Aku tidak mau melihat ia terpuruk, aku mengenal Nugie sebagai lelaki yang kuat, mandiri, dan tegar. Empat hari berlalu, tibalah waktuku harus kembali ke Surabaya. Saat menjelang pulang, Nugie mengecup pipi, dahi dan bibirku. Ia memelukku sangat erat sampai aku sesak nafas. Aku tahu ia tidak ingin aku pulang, tetapi aku katakan padanya, “Aku pasti datang kesini, menemui lagi”. Saat aku katakan demikian, aku melihat matanya berkaca-kaca, aku hanya memeluk erat dirinya, di pundaknya aku meneteskan airmata… Aku pun berat juga meninggalkan ia, tetapi bagaimana lagi… Aku harus kembali ke Surabaya… Perpisahan itu begitu aku benci! Memasuki mobil travel yang telah menjemputku, sepanjang perjalanan Jember-Surabaya aku hanya bisa melamun dan airmataku menetes tak henti-hentinya. Saat itu juga aku tidak mau kehilangannya, aku mencintainya …


Setelah peristiwa itu kita berdua masih berhubungan baik melalui SMS dan telepon. Disitu aku mulai menyangkal bahwa aku tidak mencintainya. Aku mencoba menjalani kehidupanku dengan lelakiku. Aku sempat kaget, ketika aku menceritakan pada Nugie dengan siapa aku berhubungan, ia marah besar! Nugie selalu mengatakan padaku bahwa
“Dengan siapa kamu berhubungan, aku percaya kamu adalah jodohku dan hasil akhirnya kamu sama aku”. Kalimat itu selalu terngiang-ngiang. Aku melakukan penolakan dan penyangkalan. Tetapi satu yang tidak bisa aku pungkiri, dalam hatiku aku cemburu saat Nugie bercerita tentang pacar-pacarnya. Aku baru tahu akhir-akhir ini, Nugie mengatakan, bahwa ia sebenarnya sangat cemburu dan marah ketika aku menjalin hubungan dengan lelaki lain…


Nugie selalu memanggilku dengan panggilan “sayang”. Aku sempat menanyakan padanya,
“Kenapa sih kamu selalu panggil aku begitu?” Jawabnya, “Aku gak bisa panggil nama pada orang yang aku sayangi, aku cintai…”. Dari awal kita berpacaran sampai sekarang, ia masih memanggilku “sayang”. Aku sering merindukan saat ia memanggilku seperti itu … . Nugie paling pintar membuatku tertawa di kala aku sedang marah. Saat aku marah ia menggodaku dengan mengatakan “I love you” berulang-ulang sampai aku bisa tersenyum hingga tertawa… . “Buat dunia kamu adalah manusia biasa, tetapi buatku kau adalah duniaku”. Kalimat ini selalu Nugie kirimkan padaku… . Terlepas dari penjiplakan atau tidak, bagiku ia segalanya untukku… . Masih banyak kata-kata indah yang ia tujukan padaku, aku tidak bisa mengingatnya.


Awal tahun 2006 hingga 2008 aku menikmati kehidupanku bersama pasanganku saat itu. Aku mulai jarang menghubunginya, begitu juga dengan Nugie. Kita hanya sesekali menanyakan kabar melalui SMS. Sempat ia menawarkan bisnis padaku dan aku terima tawarannya. Hanya beberapa bulan saja kita menjadi partner bisnis. Setelah itu kita kembali pada dunia kita masing-masing.


Aku dan kakak tiri Nugie, Kak Rie namanya, terbilang dekat, meskipun kami tidak pernah bertemu muka. Kami berkomunikasi melalui internet. Ia sering menanyakan hubunganku dengan Nugie, aku hanya menjawab bahwa kita berteman biasa tidak lebih. Sang kakak sering menggodaku dengan berkata,
“Hayo kamu apain adikku sampe dia patah hati gitu?”. Aku membalasnya dengan senyuman. Dengan kakak tiri yang lainnya, aku sempat bertemu saat pemakaman ibunya. Mereka semua menerimaku.


Selama dua tahun itu, 2006-2008, aku mulai tinggal serumah dengan orangtua dan kedua adikku, sebelumnya aku indekost. Aku yang terbiasa hidup sendiri, tiba-tiba harus berkumpul jadi satu dan pelan-pelan mulai tahu kebiasaan orang-orang rumah. Aku merasa tidak nyaman berada dirumah. Hanya kepada Nugie-lah aku mencurahkan isi hatiku. Ia banyak memberikanku kata-kata bijak dan aku bisa tenang perlahan-lahan. Aku mulai cemburu tidak jelas di kala ia bercerita pacarnya… Ia pun juga begitu saat aku menceritakan pacarku pada waktu itu….


Awal 2009. Inilah awal kisah kami dimulai lagi. Aku yang sejak Desember 2008 mengakhiri hubungan intimku dengan seorang lelaki yang telah berjalan hampir empat tahun kandas! Aku mulai intens berhubungan dengan Nugie melalui SMS dan telepon. Hingga pada suatu waktu, di bulan Maret aku harus ke
Jakarta untuk urusan kerjaan, aku jatuh cinta dan menggantungkan harapanku pada seorang lelaki yang berada di Jogjakarta. Disitu aku mulai melupakan sosok Nugie, hari-hariku selama berada di Jakarta dipenuhi oleh Evo –lelaki Jogjakarta – layaknya orang yang lagi kasmaran. Dua bulan aku melupakan Nugie. Aku memang perempuan yang tidak peka, aku perempuan yang sangat acuh. Di saat Evo meninggalkanku, aku tanpa ada rasa malu aku datang pada Nugie lagi. Ia masih menerimaku, tetapi ia marah besar. Aku bingung. Aku menanyakan padanya, “Kenapa?”. Ia berkata, “Apa kamu gak inget, kamu ninggalin aku, kamu enak-enakan ama Evo, aku mulai berharap besar sama kamu Gia, tapi kenapa kamu begitu?”. Deg! Bagaikan tersayat sembilu, aku saat itu disadarkan oleh perkataan Nugie. Aku hanya diam, mencerna kata per kata.


Itu adalah awal kisah manis dan pahit kami. Suatu malam aku menelponnya dan bertanya yang mungkin bagi semua orang itu adalah pertanyaan yang tidak patut ditanyakan! Tetapi aku hanya ingin tahu! Aku bertanya,
“Sudah berapa perempuan yang kamu kerumahmu untuk kamu tidurin?”. Aku tidak menyangka jika jawaban yang kuterima adalah, “Banyak, gak kehitung, puluhanlah… Bla bla bla…”. Lagi-lagi aku tidak bisa berkata apa-apa. Aku menutup telepon itu. Aku diam. Aku tertidur dalam gelisahku. Keesokan paginya, aku SMS dia, aku cuma bilang, “Aku ingin sendiri dulu… Aku masih shock dengan pernyataanmu semalam”. Ia tidak terima, ia balas SMSku dengan banyak SMS, tidak ada keberanian dalam diriku untuk membuka satu SMS dari dia… Peristiwa ini terjadi pada bulan Juni. Padahal akhir Juni adalah ulang tahun Nugie, aku menahan untuk tidak berkomunikasi dengannya selama itu. Begitu juga dengannya, aku tahu ia sedang butuh waktu untuk sendiri pula. Hampir sebulan ia asyik dengan diri dan pekerjaannya.


30 Juni 2009, adalah hari ulang tahunnya. Aku mengucapkannya menjelang tanggal 01 Juli, karena aku ingin menjadi yang terakhir… Aku kirim SMS dan ia membalas,
“Kalau terakhir, telpon aku …”. Aku menelponnya, tetapi tidak ia angkat… Lagi-lagi aku harus kecewa. Sepuluh hari kemudian adalah ulang tahunku. Aku sangat menanti ucapan darinya. Dan benar! Tiga menit menjelang jam dua belas malam, ia menelponku, ia menanyakan kabarku. Tepat pukul dua belas ia mengucapkan, “Happy Birthday, I love you…”. Mataku berkaca-kaca, aku menjawab, “I love you too…”. Semenjak inilah kisah yang manis-manis dimulai…


Beberapa hari kemudian ia mengajak ketemuan di Terminal Bungurasih, aku yang saat itu demam, demi bertemu dia, aku bela-belain nyetir sepeda motor seorang diri.... Jantungku berdegup tak karuan, berbagai pertanyaan melintas di benakku,
"Seperti apa dia skrg? Apakah masih sama dengan foto yang aku bawa lima tahun yang lalu..?" Ya! Aku terakhir bertemu dengannya lima tahun yang lalu!! Sesampai disana, aku menelponnya... Ia mengatakan dirinya memakai baju biru dan berkacamata. Samar-samar aku melihatnya, "Apa itu dia?" . Ya itu dia! Ia beda sekali, sangat beda!! Hampir aku tak mengenali, andai saja aku merapatkan foto yang aku bawa dengan dirinya, tidak ada kesamaan! Aku menghampirinya, ia terhenyak kaget.. Ia melihatku dari ujung rambut sampai ujung kaki... Kemudian ia mendekapku dan mencium pipi kiri dan kananku... Ooohh saat itu, ingatanku akan dia kembali melesat bak roket! Sejam lamanya kita ngobrol dan aku harus merelakan ia pergi dari hadapanku. Aku yakin suatu saat ia akan kembali padaku.


Seminggu berlalu, ia menuju Surabaya lagi. Kali ini untuk waktu yang lebih lama. Sembilan jam! Buatku itu lama, karena dari dulu kita hanya bertemu antara setengah-satu jam! Tak terasa jam menunjukkan pukul dua belas malam, ia harus kembali ke kotanya, Jember. Aku mengantarkan sampai terminal Bungurasih. Rasanya aku tidak mau kehilangan dia lagi, aku tidak mau jauh darinya... Akhirnya ciuman selamat tinggal saling kita berikan...

I love U ....

Wish U were here, beside me, hug and kiss me....