Isi piring itu bernama Kupang Lontong

1. Kak Ira

Dia itu calon istrinya sepupuku, si Mario. Pas dia ke Surabaya kpn itu, dia ngotot minta wisata kuliner. Diturutilah.. Rawon setan udah, Tahu tek juga sudah... Hari terakhir di Sby, aku bawa dia ke Kupang Lontong, karena yang aku tahu di daerah Jemur, meluncurlah kesana.. Si Mario juga ikut, Mamanya si Mario juga, Oom fini, Aku, dan Adikku..

Makan dengan lahap si Kak Ira.. Penasaran dia tanya si penjualnya, "Buk, ini gimana cara nangkap kerang kecil-kecil kayak gini?" Si ibu hanya meringis dan tidak menjawab... Qt semua yang lihat kak Ira bingung, ketawa ngakak.. Sampai di mobil, perjalanan ke Bandara, baru deh kita ceritain... Uuuh dia langsung perutnya mules dan berkata, "Kayaknya kantung muntah di pesawat bakalan kepake deh.." Huahahahhaha...

2. Jamie

Si bule dari Chicago ini dalam rangka liburan maen ke sby selama dua bulan. Nah, dia in hobi wisata kuliner, akhirnya suatu malam di restoran China, kita semua menceritakan makanan khas Sby yaitu Lontong Kupang, dia tertarik tp tidak mau katanya jijik. Ealah besoknya mimpi dia terkabul, pagi-pagi dia datang ke kantor, dia diberitahu bahwa menu hari ini adalah Lontong Kupang. Dia teringat pembicaraan semalam, dia memandang sepiring lontong kupang dengan bergidik ngeri... Ahahaha... "DOnt U Wanna Try?" He said, "No I dont.." Tapi piring itu hanya dilihat-lihat,,,,

Ah begitu sensasionalnya si Lontong Kupang...

Wanna Try??

Scramble Egg[s]: Masih cerita dari Equator Hotel Sby

Egg dishes, salah satunya bernama Scramble. Membuat aku jatuh cinta pertama kalinya saat aku di Aussie selama dua minggu... Pulang ke Indonesia, aku mempraktekkan tetapi selalu gagal. Adikku bisa membuatnya dengan sempurna, aku tidak mau tahu, yang penting aku makan dan dia yang bikin, hehehee...

* * * *

Sebelas hari di Equator Hotel, lidahku dimanjakan oleh sarapan yang menggiurkan. Yang bikin aku semangat sarapan adalah scramble! Seminggu pertama tiap hari aku makan scramble. Aku tidak menyadari berat badanku naik, yang aku rasakan kog kayaknya pake baju gendut banget ya?! *forget it..*

Pas dirumah tanteku, si tante nyeletuk, "Git, kamu gendutan ya?!". Ooo..oo.. Mulai bingung nih, nimbang berat badan, Oh NO!! Naik 3kg!!! Aduh bingung melanda, panic attack started!!!

Aku cerita ke sahabatku, Maria, tentang kegemukkanku. Dia ketawa, "ya iyalah berat loe naik, scramble tu sekali bikin telornya 3biji!". Bagaikan disambar petir di siang bolong!!! Gosh! Berarti seminggu ni aku sudah makan 21 biji!!!!
:'( hiks hiks hiks..

* * * *

Sekarang program penurunan berat badan dimulai! Ngeri bayanginnya aku makan 21biji telor! Langsung keinget si Ade Rai, yang kalau gak salah sehari makan 9biji telor! Pantas tu badan jadi begitu.. huhuhu... Aku gak mau kayak Ade Rai badannya!! Tatut...!!! (baca: Takut).

Live Report from Equator Hotel Surabaya

Sendirian.
Duduk di Lobby.
Wasting time dengan WiFi-an.
Menunggu jam 12 malam.

Ada banyak yang aku lihat, salah satunya adalah karena ini hari adalah hari Jumat, weekend.. Banyak sepasang manusia entah itu lawan jenis ataupun sesama jenis check-in. Tampang mereka ada yang ngantuk, mabuk, nafsu menahan birahi yang tertahan.. Ahh.. macam-macam de...

Ingin rasanya mengetahui apa yang mereka lakukan di dalam kamar, oopsss.. :P

Aku punya yang namanya Jam Goblok (Lemot: Bagian pertama)

Ah... Aku benci kalau aku harus membawa sepeda motor sendiri, tapi kalau gak gitu, aku jadi tergantung sama orang. Bingung cari tumpangan... Hmm...


Aku bukannya benci tapi lebih tepatnya aku males karena aku gak tahu jalan... Yupe! Aku buta jalan alias orientasi medanku buruk bgt!!
Aku butuh waktu sekitar enam kali lebih untuk menuju suatu tempat barulah aku bisa melakukannya sendirian, itupun kadang aku gak bisa pulang karena aku bingung jalannya, dan aku tahu harus menelpon siapa.. HP aku selipkan di helm dan aku dituntun temanku.. :)

Yang parah lagi, di Jogja aku nyasar, padahal saat itu aku lagi makan di McD Malioboro Mall, Malioboro gitu loh.. Bayangin aja.. Aku nyasar pas aku mau pulang ke penginapan yang ada di jalan Sosrowijayan! Ampun!! Aku nyasar.. Aku yang bawa kunci kamar, alhasil teman sekamarku cemberut di depan hotel.. Hahahha!!! Sejak saat itu dia harus menemani aku, kalau gak dijamin aku nyasar lagi!!

* * * *

Di Surabaya, aku baru dua tahun. Tahun pertama, aku hanya bisa mengendalikan sepeda motorku dari rumah ke kampus, selebihnya.. *Nyerah* . . . hehehe.. Karena aku punya sahabat yang hobi jalan, selama setahun itu aku jalan-jalan sama dia terus.. Tibalah saat dimana aku harus bisa mengendalikan tangan-otak-mata untuk bisa ke suatu tempat. Berhasil! tapi pulangnya.. Jangan tanya deh.. Nyasar.. Ujung-ujungnya aku telpon dia.. Dituntun deh :-S

Tahun pertama aku sudah bisa dari rumah ke kampus, rumah ke semua mall di Surabaya, kecuali satu, PTC, yang letaknya nun jauh di ujung Surabaya.. hehehe...

* * * *

Aku orangnya hobi jalan-jalan, tapi jeleknya pas perjalanan berangkat aku selalu tidur.. Dan bangun saat sudah sampe, makanya aku bingung jalan..

* * * *

Yah itulah bagian pertama jam goblokku, tunggu bagian selanjutnya yang lebih nista.. :))

BREAKING NEWS!!

PERNYATAAN SIKAP
STOP STIGMATISASI TERHADAP KELOMPOK LGBTI SEKARANG JUGA!!!

Kelompok LGBTI Bukanlah Kelompok Pembunuh

Kasus mutilasi seorang laki-laki yang menelan korban bernama Heri Santoso (40) yang terjadi di Jakarta beberapa waktu lalu telah menjadi isu nasional. Pelaku mutilasi yang bernama Verry Idam Henyansyah alias Ryan (30) yang juga seorang gay, telah menyita perhatian masyarakat Indonesia dalam waktu dua minggu ini.

Yang menarik adalah kasus ini bukanlah kasus mutilasi pertama yang terjadi di Indonesia. Sebut saja beberapa kasus mutilasi yang pernah terjadi di Indonesia seperti kasus:

  • Mutilasi di Purwokerto (2004)
  • Mutilasi di Poso (2005)
  • Mutilasi di Bogor (2007)

serta beberapa kasus mutilasi lainnya, namun pemberitaan dan animo masyarakat dalam ketiga kasus mutilasi tersebut tidak sebesar kasus mutilasi yang menelan nyawa Heri Santoso ini. Apakah hal itu disebabkan oleh pelaku mutilasi yang disinyalir seorang gay?.

Pro dan kontra pun bermunculan terkait dengan kasus ini. Beberapa pernyataan dari psikolog, akademisi, dan elemen masyarakat lainnya saling bertautan di banyak media massa nasional, diantaranya:

Salah satu pendapat miring dilontarkan oleh Erlangga Masdiana, Kriminolog Universitas Indonesia sebagaimana dilansir Majalah Tempo (21-27 Juli 2008), halaman 117:
"..para homoseks ini membunuh dengan cara sadis, tak perlu heran bila menilik dari dunia mereka. Kelompok dengan perilaku seksual berbeda memang terbiasa dekat dengan dunia kekerasan. Kelompok ini biasa mengancam atau melakukan pemaksaan, jika orang yang diajaknya berhubungan intim menolak. Orang dengan kebiasaan seperti itu tentu bisa melakukan kejahatan yang lebih besar."

Ada pula pernyataan dari seorang psikolog ternama, Dadang Hawari sebagaimana dilansir Surat Kabar Berita Kota (22 Juli 2008):
“..pecinta sesama jenis (homoseksual) memiliki rasa cemburu yang tinggi dan mereka bisa bertindak brutal ketika keinginannya tidak terpenuhi. Kaum gay atau homoseksual memiliki perilaku seksual yang menyimpang dan agresivitas mereka sangat tidak normal.”

Kemudian mari kita simak beberapa pernyataan objektif dari beberapa pakar tentang hubungan antara kejahatan dengan orientasi seksual:

seperti yang dinyatakan oleh seorang pakar psikologi forensik, Reza Indragiri A. sebagaimana dilansir surat kabar Warta Kota (22 Juli 2008):
“...tidak ada pengkategorian pembunuh berantai berdasarkan orientasi seks pelaku. Bahkan, kasus pembunuhan pada pasangan heterogen (pria-wanita) lebih banyak daripada kasus pembunuhan pada pasangan homogen.”

Psikolog Tika Bisono ketika diwawancarai oleh tim divisi kampanye Arus Pelangi pada 23 Juli 2008 terkait dengan pandangan masyarakat yang menyatakan bahwa kelompok homoseksual itu merupakan kelompok yang brutal, mengatakan:
“…hal itu hanya bersangkutan dengan kepribadian seseorang, bukan dengan komunitas. Latar belakang personal itulah yang menentukan, bukan orientasi seksual.”

Kemudian dokter profesional Dr.Maya Trisiswati juga menyatakan:
“…orientasi seksual tidak mempengaruhi seseorang untuk berbuat kriminal.”

Seorang dosen psikologi hukum Ika Yunita Kartikasari menyatakan:
“kejahatan bisa dilakukan oleh semua kalangan, karena pada dasarnya semua individu mempunyai potensi-potensi emosi negatif yang bisa mengarah pada tindakan kriminal, semua tergantung dari pemicu bukan karena pelaku adalah dari komunitas tertentu.”

Dari beberapa pernyataan yang muncul dari beberapa pakar di atas membuat perhatian dan kepercayaan masyarakat terbagi dua:

Beberapa kelompok masyarakat percaya pada pendapat yang menyatakan bahwa kelompok Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Interseksual (LGBTI) lebih posesif, lebih emosional, dan lebih jahat dari kelompok heteroseksual.

Beberapa masyarakat lainnya percaya pada pendapat yang menyatakan bahwa tingkat emosional dan kejahatan seseorang tidak ada kaitannya dengan orientasi seksual seseorang

Tentu saja pendapat-pendapat miring dari beberapa pakar di atas telah menambah daftar panjang stigma terhadap kelompok LGBTI di Indonesia. Padahal beberapa kajian ilmiah tentang homoseksualitas di tingkat internasional telah menunjukan hasil yang positif terhadap keberadaan kelompok LGBTI sejak beberapa puluh tahun lalu:

Sebut saja rekomendasi Asosiasi Psikiater Amerika (1972) yang menyatakan bahwa: homoseksualitas harus dikeluarkan dari kategori gangguan/kerusakan mental.

Kemudian resolusi World Health Organization - WHO (1980) yang menyatakan bahwa: kelompok homoseksual bukanlah kelompok penyandang cacat mental.

Rekomendasi itu akhirnya juga sampai ke ahli-ahli jiwa Indonesia; Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III (1993) sudah tidak lagi menyebutkan homoseksualitas sebagai gangguan jiwa.

Dari kedua hasil kajian ilmiah itu kita seharusnya bertanya kepada para pakar yang menyatakan bahwa kelompok LGBTI lebih posesif, lebih emosional, dan lebih jahat daripada kelompok heteroseksual, apakah para pakar itu telah membuktikan pendapatnya secara ilmiah dan pendapat itu dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah juga kepada publik?.

Stigma terhadap kelompok LGBTI di Indonesia juga diperparah dengan munculnya beberapa pernyataan dan tindakan dari aparat pemerintahan dan tokoh agama sebagai berikut:

  • Seorang gay bernama Darso menuturkan:

“Teman saya ditangkap di kawasan Senen saat razia. Motifnya ngga jelas. Saya juga takut diusir dari kosan. Sejak kasus Ryan para gay jadi takut.” (Nonstop, 25 Juli 2008).

  • Kepolisian sektor Senen, Jakarta Pusat mulai melakukan razia di berbagai tempat kos yang dihuni para kaum homo. Razia dipimpin langsung oleh Wakapolsek Senen AKP Kasmono. (Nonstop, 25 Juli 2008).
  • Kapolda Metro Jaya Irjen Adang Firman menyatakan:

“Polda tidak menutup kemungkinan akan melakukan razia kaum homoseksual.” (Nonstop, 25 Juli 2008).

  • Komandan Brigade Hizbullah Tramtib, Fery Alfiansyah Noor menyatakan:

“Homo itu seperti penyakit menular, makanya perlu ketegasan dari Pemda setempat untuk menertibkan tongkrongan mereka. Bila dibiarkan, maka prilaku homo itu akan menular ke masyarakat luas.” (Nonstop, 25 Juli 2008).

  • Ketua Satkar Ulama DKI Jakarta, Asyraf Ali menyatakan:

“Jadi 100 % gay dan lesbi masuk penjara, karena hubungan sesama jenis diharamkan dalam Al Quran.” (Nonstop, 25 Juli 2008).

  • Ustadzah Nurjanah Hulwani juga memastikan kaum homo masuk neraka. (Nonstop, 25 Juli 2008).

Dari pernyataan-pernyataan miring yang dinyatakan oleh para pakar, tokoh agama, dan aparat pemerintahan serta tindakan-tindakan sweeping atau razia yang dilakukan aparat keamanan, dapat disimpulkan bahwa:

  • Karena hukum positif Indonesia menganut prinsip non-discrimination dan equality before the law, serta secara material tidak ada aturan tentang orientasi seksual, maka razia dan penangkapan terhadap seseorang berdasarkan orientasi seksualnya tidak sah secara hukum.
  • Aksi razia dan penangkapan tanpa dasar hukum yang jelas yang dilakukan oleh aparat kepolisian telah melanggar ketentuan Pasal 9 Kovenan Internasional tentang hak-hak sipil dan politik yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU No. 12 Tahun 2005.
  • Kemudian apabila Negara membiarkan aksi-aksi razia dan penangkapan yang dilakukan oleh aparat keamanan dan ormas-ormas Islam maka Negara telah melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) Kovenan Internasional tentang hak-hak sipil dan politik. Karena ketentuan pasal 5 ayat (1) itu tidak membenarkan adanya penafsiran yang memberi hak kepada negara, kelompok atau perorangan untuk melakukan kegiatan yang ditujukan untuk menghancurkan hak-hak dan kebebasan yang diakui dalam kovenan itu.

Berdasarkan hal di atas, dengan ini kami menyampaikan:

Rasa bela sungkawa yang sedalam-dalamnya kepada semua keluarga korban pembunuhan yang dilakukan oleh Ryan.

Kemudian kami mendesak:

  • Aparat penegak hukum untuk menangani kasus Ryan sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku di Indonesia, dengan mengadili dan menghukum pelaku sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
  • Aparat kepolisian untuk menindak tegas pelaku razia dan penangkapan yang tidak sah secara hukum terhadap kelompok LGBTI, baik yang dilakukan oleh aparat kepolisian sendiri maupun yang dilakukan oleh kelompok agama tertentu.
  • Para psikolog, kriminolog, tokoh agama, dan aparat pemerintahan untuk membuktikan semua pendapat miring mereka terhadap keberadaan kelompok LGBTI secara ilmiah. Apabila mereka belum mempunyai cukup bukti ilmiah, maka kami mendesak mereka dan juga elemen masyarakat lainnya untuk segera melakukan klarifikasi. Karena kalau hal itu dibiarkan, maka stigma terhadap kelompok LGBTI akan bertambah dan hal itu akan menghambat upaya-upaya pemenuhan dan perlindungan hak-hak kelompok LGBTI sebagai warga Negara Indonesia yang sah.

Terakhir, kami juga mendesak Negara dan semua elemen masyarakat untuk segera menghentikan semua bentuk stigmatisasi terhadap kelompok LGBTI di Indonesia sekarang juga!!!.

Jakarta, 28 Juli 2008.
Masyarakat Sipil Peduli Penghapusan Stigmanisasi Kelompok Homoseksual dan Biseksual :
Arus Pelangi, Ardhanary Institute, Forum Komunikasi Waria, Institute Pelangi Perempuan, Jurnal Perempuan, Kalyanamitra, Kapal Perempuan, Kartini Networking, Koalisi Perempuan Indonesia, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, Our Voice, Srikandi Sejati, Violet Grey Banda Aceh, Komnas HAM, PBHI, KONTRAS, IKOHI.


sumber